Presiden Prabowo Subianto mengusulkan penghapusan kuota impor untuk sejumlah komoditas strategis yang dinilai penting bagi kebutuhan nasional. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mencegah pengaturan impor oleh kelompok tertentu dan membuka akses yang lebih luas terhadap pasokan komoditas yang dibutuhkan.
Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, menjelaskan bahwa meski pemerintah membuka opsi penghapusan kuota, langkah pertama yang tetap diutamakan adalah swasembada nasional. “Kita tetap punya tujuan swasembada. Sebisa mungkin, semua komoditas, baik pangan maupun non-pangan, dipenuhi dari dalam negeri,” ujar Sudaryono dalam pernyataannya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta (10/4/2025).
Komoditas Strategis dan Industri Fashion: Apakah Terkait?
Menurut Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 2021, daftar komoditas strategis yang dimaksud mencakup beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Dalam daftar tersebut, bahan tekstil untuk industri fashion tidak termasuk sebagai komoditas strategis.
Namun demikian, kekhawatiran muncul dari pelaku industri fashion terhadap kebijakan ini. Salah satunya datang dari Ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC), Lenny Agustin. Dalam wawancaranya dengan Liputan6.com, ia mengungkapkan bahwa tanpa pengaturan yang rinci dan transparan, kebijakan ini bisa disalahgunakan oleh pelaku impor yang tidak bertanggung jawab.
Tantangan Industri Fashion dalam Negeri
Lenny menjelaskan bahwa industri tekstil Indonesia saat ini masih belum stabil. Banyak pemilik brand menghadapi penurunan pendapatan akibat persaingan dengan produk luar. Ia menilai bahwa pembukaan kuota impor tanpa regulasi yang jelas dapat semakin melemahkan posisi pelaku industri lokal.
Dari sisi bahan baku, Indonesia juga menghadapi masalah ketergantungan pada impor kapas. Lebih dari 90% kapas di Indonesia saat ini berasal dari luar negeri. Padahal secara historis, Indonesia, terutama wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, pernah menjadi sentra produksi kapas sejak zaman penjajahan.
“Dulu nenek moyang kita penghasil kapas dan kain katun. Sekarang ke mana kebun kapas itu?” keluh Lenny. Ia berharap pemerintah mendorong investasi untuk membangun kembali sektor pertanian kapas dan tidak hanya mengandalkan kebijakan impor.
Perlindungan Produk Lokal Masih Minim
Lenny juga mengungkapkan bahwa pelaku industri fashion membutuhkan perlindungan nyata dari pemerintah. Meski sebelumnya ada dukungan dalam bentuk pendanaan pameran dan promosi, tahun ini anggaran tersebut dipangkas. “Untuk bisa tetap eksis, kami terpaksa digabungkan dalam event lain. Padahal kami butuh panggung khusus,” ujarnya.
Banjirnya produk fashion dari negara seperti China dan Thailand bukan hal baru. Namun, tanpa penguatan regulasi, produk lokal akan semakin sulit bersaing. IFC mendorong agar pajak produk impor dinaikkan dan produk lokal justru diberi insentif agar lebih kompetitif dari segi harga maupun mutu.
Refrence : Liputan6